Diving Jayapura (23) : Wreck Teluk Youtefa

Dive kali ini untuk menutupi kekecewaanku yang batal wisata ke Sarmi padahal persiapan sudah cukup matang dengan di hari Jumat, 24 Maret, rencananya jam 22.00 berangkat. Ternyata jam 15.00, saat aku sedang mengisi tabung, aku mendapat kabar mendadak, bahwa kami, para fungsional, dikumpulkan serentak di Jakarta di hari Senin, 27 Maret. Begitu konfirm dengan bagian kepegawaian, aku langsung membatalkan perjalanan ke Sarmi dan menggantinya dengan dive ini.

Sabtu, 25 Mei 2017

Jam setengah tujuh pagi aku sudah sampai di rumah Herpa dan Eka. Seperti yang kuperkirakan, mereka masih tidur, aku harus gedor-gedor pintu agar mereka bangun. Akhirnya jam 7 lewat kami; aku, Eka, Herpa dan Edo; baru berangkat dari rumah Herpa dan masih harus menjemput Dian di Perumahan Pajak Dua. Pak Andi sudah berada di lokasi.

Sampai di Pantai Hamadi, adiknya Edo yang punya perahu yang kami sewa, sudah siap. Kami langsung memasukkan barang-barang ke perahu dan segera saja berangkat. Disuguhi pemandangan indah dan air yang jernih di tempat dangkal membuat kami berpengharapan besar di site yang kami tuju.

Ternyata semakin mendekati spot yang kami tuju, air semakin keruh. Dan benar saja, air sangat keruh di lokasi wreck di Teluk Youtefa. Air sedang surut, menurut Edo, kalau pasang akan menjadi lebih jernih. Tentu saja kami tidak bisa menunggu pasang karena pasti masih lama.

Sudah kepalang tanggung, kami memutuskan tetap turun walaupun air sangat keruh. Benar saja, samapi kami turun mendekati sepuluh meter air tetap keruh. Jarak pandang maksimal hanya dua meter saja. Di dasar laut pun, yang berkontur slope menurun sedikit, lumpur sangat tebal. Hampir tidak ada terumbu karang. Kalau adapun serasa hidup segan mati juga tidak. Hanya kerang dan bulu babi yang banyak kami temui. Ini jenis kerang (menurutku kerang dara) yang dijual di tepi jalan Hamadi yang pernah dimasak saat perpisahan di Harlem tempo dulu.

Sekira lima belas menit menyusuri lumpur, bayangan hitam terpampang di depanku. Aku langsung tahu bahwa itu adalah wreck yang memang kami tuju. Aku langsung menyalakan kamera video karena memotret pasti akan menyakitkan hati dengan banyaknya partikel backscatter menghadang. Saat menyusuri bagian bawah kapal aku melihat lobster cukup besar sedang nongkrong. Setelah puas kuabadikan, aku melanjutkan mengeksplore wreck lagi.


Saat kedalaman tiga meter saja aku memutuskan untuk mengeksplore bagian dalam kapal, dengan memasuki ruang-ruang gelap di dalam wreck. Besi kapal sudah sangat rapuh bahkan dengan bubble-bubbleku yang menabrak atap kapal membuat remah-remah besi berjatuhan. Di dasar kapal bertumpuk sangat tebal kulit kerang yang menutup lebih dari separoh badan kapal. Itu aku tahu karena membandingkannya dengan sisi dalam kapal yang tidak bisa aku masuki dan juga masih bebas dari kerang yang bertumpuk.

Setelah puas berkeliling wreck, aku mencoba untuk mengeksplore laut Teluk Youtefa ini. Aku menyelam lurus saja menuju kedalaman. Sekira sudah seratus meter ternyata kedalaman hanya 17 meter saja dan sejauh aku bisa melihat sekitarku, hanya lumpur saja. Kerang dan ikan besar-kecil nyaris tidak ada. Oh-ya di dalam kapal aku sempat bertemu dengan ikan ekor kuning dan kakap.





Setelah puas 'bermain' di wreck, kami melanjutkan ke spot kedua. Tadinya kami mau ke spot pesawat tetapi ternyata spot ini lebih ke arah daratan lagi sehingga diperkirakan akan lebih keruh sehingga kami mengubah arah ke arah luar teluk. Sambil jalan, kami mampir ke rumah Edo untuk mengambil mollo agar kalau melihat lobster seperti tadi kami bisa menembaknya he he....

Kami berhenti di sisi luar pulau kecil tak berpenghuni namun terlihat ada beberapa spot memancing yang tampak dari papan-papan yang terpasang serampangan sebagai jembatan atau atap berteduh. Di spot ini, menurut Edo, banyak lobster dan Suntung batu (sotong) di dekat dinding pulau yang berombak besar. Cukup seram jika berenang namun dengan menyelam aku rasa tidak terlalu masalah, paling hanya terombang-ambing saja.

Segera kami masuk ke laut tanpa menunggu interval satu jam karena sebelumnya kami hanya menyelam sebentar dan tidak dalam. Juga dari divecomp tidak terlihat ada timbunan nitrogen dalam tubuhku.

Begitu menyelam, kami langsung mendekati dinding. Ternyata kedalaman hanya 2 - 3 meter saja. Karang di dasar laut pun nyaris mati. Jika ada yang hidup itu hanya yang berada di sela-sela karang saja. Dengan terombang-ambing, aku mencari tanda-tanda kehidupan, terutama lobster dan sotong. Kecuali mereka benar-benar masuk jauh ke dalam karang, yang juga jarang aku temukan rongganya, aku sama sekali tidak melihat tanda-tandanya. Hanya beberapa ikan karang kecil, seperti ikan kambing, lion fish, bleni dan lain-lain. Itu pun sangat jarang. 

Ombak memang cukup besar, tetapi aku rasa karang disini mati karena bom atau racun. Apalagi menurut Edo beberapa tahun yang lalu terumbu karang disini termasuk subur sehingga menjadi rumah ikan.

Tak lebih dari dua puluh menit menyelam di kedalaman maksimal lima meter, kami memutuskan untuk mengakhirinya. Sebelumnya sempat menghabiskan waktu di rumpon nelayan yang diberi daun-daun cemara untuk tempat bertelurnya sotong.




Selesai dua dive, kami menyempatkan diri untuk singgah di pulau kosong yang dibangun gazebo-gazebo untuk disewakan bagi turis-turis (kebanyakan lokal saja) yang ingin berwisata di pantai nan indah ini. Tak percaya? Lihat saja fotonya. Dian dan Herpa juga sempat discovery dipandu oleh Eka. Setelah puas, kami kembali ke Pantai Hamadi.





See you in my next trip.
This is it. My Live My Adventure....

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan-jalan Manokwari (1) : Kesan pertama sangat menggoda

Memancing Jayapura (02) : Harlem yang tidak kelam

Memancing Jayapura (05) : PLTU Holtekamp; seperti pasar malam