Jalan-jalan Merauke (01) : Kunjungan Pertama, Awal yang indah

Dinas ke Merauke sekalian berwisata. Itu nilai lebih yang harus kita manfaatkan saat kita bertugas ke luar daerah khususnya buat kita-kita yang tinggal di Papua. Lumayan lah mengurangi stress jauh dari anak-anak. Kali ini saya bercerita tidak dengan urutan waktu dan peristiwa karena seperti bercerita kota Merauke, itu kan mewakili saya yang jalan-jalan setiap hari sambil mencari makan atau dengan alasan tugas dan lain-lain. Saya bercerita berdasar tempat yang dituju. Dan inilah cerita saya....

Kota Merauke


Ternyata ada sedikit 'kecelakaan' yang menyebabkan beberapa rencana harus ditunda, diantaranya keliling kota melihat mall, Masjid Agung, kantor-kantor pemerintah, dan lain sebagainya. Juga melihat jembatan dan tugu Trikora serta rumah semut yang berkumpul di satu tempat layaknya sebuah kota besar dengan banyak gedung pencakar langit. Tidak apa-apa, masih banyak waktu di masa mendatang.

Bandara Mopah

Bandara Mopah adalah bandar udara di Merauke yang sedang berbenah menuju bandara modern kelas dunia. Terlihat pembangunan gedung baru yang persis bersebelahan dengan gedung lama yang masih dipakai. Gedung baru sekilas mirip dengan bandara di Sorong. Salut dan sukses buat Merauke.






Sekilas kota



Sebagai kota, Merauke lebih besar daripada Biak dan bersaing dengan Sorong. Mungkin menjadi kota terbesar kedua setelah Jayapura. Nanti saya lihat dulu kepastiannya di Mbah Google. Hanya, sayangnya, Merauke sepi dari tempat wisata, baik wisata alam maupun buatan manusia. Kotanya pun miskin dari obyek foto yang menarik, walaupun ini juga sama di hampir semua kota di Papua.




Kuliner

Kalau boleh berterus terang, Merauke kurang sekali kuliner yang cukup menarik atau lebih tepatnya mengundang wisatawan untuk berkunjung mencicipi kuliner. Tentu tidak perlu khas Merauke atau Papua karena memang itu sulit tetapi bisa karena tempatnya yang menarik, pemandangannya yang menawan, atau goyang lidahnya yang ditonjolkan.

Dari beberapa tempat yang saya datangi, hanya tempat jajan mirip pujasera di belakang PMI yang ramai. Saya sendiri juga mencicipi Bebek Betutu di dekat bandara dan Sate Rusa di Jalan Mandala yang cukup ramai sampai harus antre. Ada juga tempat nongkrong yang cukup representatif bawaan dari Makassar yaitu Rumah Kopi Daeng Sija. Ayam goreng tepung khas restoran cepat saji franchise internasional pun ada.







Kerajinan dan Oleh-oleh

Tidak ada oleh-oleh yang bisa benar-benar mewakili Merauke kecuali daging rusa, yang kalau dibuat oleh-oleh bisa dalam bentuk dendeng (manis, asin dan berbumbu) atau abon. Terasi udang dan Minyak Kayu Putih Merauke juga cukup terkenal sebagai oleh-oleh. Khusus untuk minyak kayu putih, saya melihat sendiri budi daya kebunnya yang sangat luas dalam perjalanan ke perbatasan.

Saya mengunjungi dua tempat yang memang layak untuk dikunjungi, yaitu tempat oleh-oleh dan kerajinan dari kulit buaya. Tempat oleh-olehnya menjual berbagai macam dendeng rusa dan sapi. Terasi udang dan berbagai oleh-oleh lain yang juga cukup representatif. Sedangkan kerajinan kulit buaya berada di satu jalan, Jalan Timor, yang hampir di setiap rumahnya merupakan toko plus tempat pengrajin kulit buaya. Untuk yang sulit seperti sepatu dan hasil-hasil yang halus, kulit buaya dikirim ke Jawa untuk diolah lebih lanjut dan kemudian dikirim kembali kemari.






Tempat Menginap

Kunjungan pertama ternyata dari awal sampai terakhir saya menginap di hotel yang sama sehingga tidak ada perbandingan yang bisa saya sampaikan. Hotelnya cukup nyaman, ada kolam renang yang baru bisa digunakan dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore. Tidak pas buat saya yang ke Merauke untuk bekerja.




Wisata Perbatasan

Jangan membayangkan kemegahan layaknya perbatasan Indonesia dan Papua Nugini di Skouw, Jayapura. Jauh... Masih sangat jauh dari itu. Perbatasan di Merauke masih sangat bersahaja. Tapi jelas sangat berarti bagi Wisatawan yang datang dari jauh. Kenapa? Karena lagu Dari Sabang sampai Merauke, itulah jawabannya. Apalagi buat saya. Saya tahun 1994 pernah dinas dan tinggal setahun di Banda Aceh dan beberapa kali berwisata ke Sabang dan mengunjungi titik Nol. Titik nol di ujung barat Indonesia. Sangat berarti buat saya untuk bisa sampai ke titik nol di ujung timur Indonesia, yaitu Merauke.

Perjalanan ke perbatasan ditempuh dalam waktu sekira dua jam atau sekira 80 km. Jalan cukup mulus dan relatif lurus. Jalan lurus terpanjang yang pernah saya alami dan yang sejauh saya ingat. Di perjalanan, ada dua hal yang menarik. Banyaknya rumah semut atau di Merauke disebut Musamus dan rawa di pinggir jalan. Keduanya sama-sama memberi nuansa indah dengan ciri khas masing-masing. Di tengah rawa dibangun beberapa gazebo yang entah dibangun untuk apa. Yang jelas saya menyempatkan berhenti di gazebo dan berfoto-foto disana. Sedangkan untuk Musamus, saya diberitahu teman, ada Musamus juga di perbatasan malah yang paling tinggi karena dijaga.





Sebelum masuk ke perbatasan, kami mampir ke warung-warung yang banyak di simpang jalan trans papua. Di area itu juga terdapat SPBU dimana kita bisa menumpang ke toilet. Oh-ya, warung-warung ini umumnya dijaga dan dimiliki oleh pendatang dari Jawa, Makassar, dan Batak. Walaupun sudah cukup jauh dari kota, harga makanan dan minuman yang dijual di warung-warung ini masih wajar bahkan nyaris sama dengan harga di kota. Kita bisa makan siang di tempat ini karena selain pengunjung perbatasan ternyata tempat ini juga menjadi tempat transit bagi kendaraan yang menuju ke lokasi pedalaman dimana banyak kampung transmigran disana.

Perbatasan Indonesia - Papua Nugini di Merauke bentuknya sederhana saja. Tidak ada yang istimewa. Sayang tugu titik O km sedang dalam perbaikan karena dalam beberapa hari ke depan, konon, akan berkunjung salah satu menteri negeri ini. Yang cukup istimewa adalah musamus, rumah semut yang menjulang lebih dari tiga meter tingginya. Ada dua musamus. Yang lebih pendek malah yang dipagari. Kami berfoto di musamus yang tidak dipagari karena terasa lebih alami.

Kami berkunjung hari Jumat dan ternyata di area perbatasan terdapat Masjid yang cukup besar dan cukup banyak juga Jamaah Masjid di sekitar lokasi. Masjid ini pun sedang dalam perbaikan dan pengembangan. 

Inilah kisah saya di Merauke dalam kunjungan pertama kalinya. Semoga kunjungan berikutnya bisa mencakup tempat yang lebih luas dan berpetualang yang lebih seru lagi.







My Live My Adventure !!!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan-jalan Manokwari (1) : Kesan pertama sangat menggoda

Memancing Jayapura (02) : Harlem yang tidak kelam

Memancing Jayapura (05) : PLTU Holtekamp; seperti pasar malam