Jalan-jalan Jayapura (04) : Kali Biru - Sungai deras nan hijau....

Kalau ada kesempatan, aku mau kesini lagi.....

Selasa, 27 Desember 2016
Yang seharusnya sudah jalan jam 07.00, aku baru tiba di kantor, tempat pertemuan, jam 07.30. Mungkin aku sudah menjadi warga Papua. Bagus lah. Ternyata di kantor pun baru 5 orang yang berkumpul. Setelah ditunggu lagi beberapa menit, mendekati jam 8, kami akhirnya berangkat. Aku, Pak Asep, Pak Prima, Pak Karyono, Pak Sardana dan Rahmat. Bli Jun juga batal ikut padahal sudah berada di kantor.

Perjalanan ditempuh hampir 3 jam, dengan kondisi jalan yang sebagian besar cukup bagus. Hanya cukup sempit dan di beberapa tempat ada kerusakan jalan bahkan ada yang cukup parah rusaknya. Walaupun hanya ber 6, kami membawa 2 mobil dengan pertimbangan jika saja ada hambatan di jalan, kami masih ada satu mobil yang cukup tangguh melibas jalanan, yaitu mobil mitsubishi strada triton. Sebelumnya kami mendengar bahwa jalan menuju Kali Biru diguyur selama beberapa hari berturut-turut sehingga dikhawatirkan rusak dan sulit dilalui.

Selama perjalanan kami dihibur dengan pemandangan indah di semua tempat yang kami lalui. Di separo perjalanan kami dihibur dengan pemandangan Danau Sentani yang sangat memukau dilihat dari ketinggian. Sisanya berupa hutan Papua yang masih terjaga diselingi bukit-bukit yang ditumbuhi rerumputan. Ternyata perjalanan lancar jaya... tidak ada lumpur maupun kerusakan parah jalan yang kami lalui. Hanya satu saja yang kami risaukan, tidak ada warung makan di jalan yang kami lalui. He he.... urusan perut termasuk penting kan? Akhirnya kami tiba di Kali Biru dengan membayar Rp 65.000,- untuk satu mobil.

Kali Biru! Memang tepat jika disebut kali biru. Sungai ini benar-benar biru, atau hijau? Apalah artinya beda hijau dan biru bukan? Hanya sayangnya koq aku lupa menanyakan nama sungainya. Baiklah aku ceritakan dengan kata-kata bentuk Kali Biru ini. Di ujung terjauh pandangan mata, terdapat sungai dengan lebar 4 meter yang mengalir cukup deras. Kemudian air ini jatuh dengan ketinggian sekira 1,5 meter membuat air bergolak, berputar menciptakan pergolakan air yang tidak berani aku coba memasukinya (kecuali di sisinya ya.... he he... itu sih 2 kali aku terjun disitu). Air terjun ini membuat dasar sungai menjadi cukup dalam, menurutku lebih dari 3 meter sehingga pengelola tempat ini membuat papan yang menjorok ke sungai agar pengunjung bisa terjun dengan aman.Setelah air terjun, air masih mengalir deras sejauh 20 meter kemudian menjadi lambat karena sungai membentuk semacam kolam besar dengan diameter sekira 40 meter. Di ujung sisi berlawanan kolam, air terbuang dengan bentuk sungai lagi. Mantap.

Kembali ke papan untuk terjun. Itu lah tantangan bagi pengunjung. Tinggi sekira 6 meter mungkin tidak terlalu masalah buat yang muda, walaupun aku lihat ada yang tidak berani juga. Lain buat kami yang yang sudah tidak muda lagi, walaupun setelah selesai nilainya 4 dari 6 jelas lebih dari cukup. Mungkin peserta lain, terutama yang muda-muda (Herpa? Eka?) urung ikut karena takut menerima tantangan ini. He he....  Aku? Entah berapa kali aku terjun di papan itu. 6 kali mungkin. Yang jelas yang di air terjun aku dua kali masuk walaupun ya itu tadi, di sisi yang tidak terlalu deras. Lebih baik dibilang takut lah daripada mati, lha wong terjun yang kedua saja sudah cukup susah payah (karena membawa kamera juga sih he he....).

Oh ya.... di perbatasan sungai dan kolam, pengelola meletakkan batang kayu panjang yang berada di dalam air sebagai pegangan saat kita meluncur di sungai yang deras dan tidak ingin masuk ke kolam. Bisa juga sebagai tempat menyebarang bagi pengunjung yang berada di sisi lain papan terjun. Buat kami, sebagai tempat untuk duduk-duduk ngobrol. Kami pun mencoba pula berenang di kolam yang mulai dari tengah kolam sampai ke sungai yang berikutnya tingginya hanya sebatas dada orang dewasa. Airnya segar dan jernih. Dasarnya berpasir yang kami perkirakan dari pecahan batu karst. Daerah ini memang berada di area pegunungan karst.
Begitu selesai, perut keroncongan, bekal dibuka, peralatan memasak digelar, 'kembali ke selera asal' kata Pak Asep. Mie instan yang biasa saja terasa nikmat luar biasa. Jika di rumah harus ditambah asesoris seperti telur, daun bawang, cabe, dan lain-lain agar nikmat, disini sekedar polos saja sudah sangat enak. Ditambah kerupuk makaroni goreng menjadi nikmat luar biasa. Kemudian ditutup dengan pisang. Kenyang....

Di perjalanan pulang, kami sempatkan mampir di suatu sudut di atas Danau Sentani. Sesi foto-foto tentu menjadi santapan utama. Tak henti-hentinya Pak Asep menyampaikan kekagumannya secara Islami. Sayangnya matahari bersinar cukup terik, kalau tidak mungkin kami bisa berlama-lama disini mengagumi alam ciptaanNya. Perjalanan diakhiri dengan sholat jamak berjamaah di Masjid di Sentani.

 
































This is it. My Live My Adventure.....




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan-jalan Biak (02) - Kota Biak (01), pembuka saja...

Jalan-jalan Jayapura (09) : Pesawat Terbang mejeng di Koya Timur

Jalan-jalan Manokwari (1) : Kesan pertama sangat menggoda