Diving Jayapura (27) : Sinokisi, jauh lebih menyenangkan

Setelah bertualang hampir tiga minggu di Sulawesi Utara, kini saatnya mengisi blog ini dengan bertualang di Papua. Inilah camping, mancing, snorkling dan diving di Sinokisi....

Sabtu, 6 Mei 2017

Kami berangkat jam 7.30 pagi. Aku dan Gunawan berangkat terlebih dahulu menggunakan mobil merahnya Gunawan. Eka, Herpa dan Dian menyusul memakai mobil putih. Sarapan dan bertemu di rumah makan yang kami biasa sarapan selepas Sentani. Kemudian langsung meluncur ke Depapre dan parkir di Dermaga Besar. Tak lama menunggu sambil mengangkut barang-barang ke dermaga kayu, Nixon datang dengan anak buahnya. Kami pun langsung berangkat ke Sinokisi yang ditempuh dalam waktu kurang lebih satu jam.

Sinokisi oh Sinokisi 

Sesampainya di Sinokisi, kami langsung disambut oleh Pemilik lahan. Beliau menerangkan bahwa biaya masuk Sinokisi dikenakan sebesar 300 ribu rupiah, tak peduli berapa orang dalam satu rombongan (atau malah hanya satu orang pun he he....). Untuk tenda terpal di lokasi kita nginap dikenakan 100 ribu rupiah. Kami pun menanyakan kapal yang akan kami pakai untuk mancing dan diving yang dijawab sebentar lagi akan datang dari Bokisi, kampung sebelah.




Di Sinokisi hanya ada 7 rumah yang mewakili 7 keluarga. Tapi jangan salah... Ada juga rumah ibadah (yang disebut dengan Rumah Gembala) karena ternyata ada Pendeta disini. Alhasil Minggu pagi tempat ini menjadi ramai karena orang-orang, terutama anak-anak berdatangan untuk beribadah.




Karena Sinokisi menjadi tempat tinggal untuk beberapa keluarga, jangan kaget dengan anjing-anjing yang juga banyak disini. Untungnya cukup sopan untuk tidak mencari makan sampai ke atas meja. Tetapi tetap saja membongkar sampah yang kami kumpulkan dalam satu wadah plastik.























Menjelang gelap, aku mencoba mengabadikan keindahan bulan. Dan saat sudah gelap menjadi giliran bintang-bintang. Hanya dengan kamera Canon G15 ku yang sudah mulai terasa usang...





Freedive di Pantai Sinokisi

Walaupun pantainya terlihat teduh tetapi udara lembab membuat tetap saja terasa panas, membuatku ingin segera nyelup... Alasan he he. Segera kupersiapkan alat snorkling dan kamera. 

Pantai Sinokisi berpasir putih bersih. Benar-benar putih. Sayangnya (untuk para diver), pasirnya terus sampai beberapa puluh meter ke dasar laut. Hanya ada sedikit terumbu karang di sisi kanan pantai yang menyerupai teluk ini. Luasnya sekira setengah lapangan bola. Disitu lah aku ber-freedive ria. Tidak ada ikan besar, sangat sedikit karang lunak dan sedang bertumbuh sehabis dibom beberapa tahun lalu. Visibility mantap, dengan air jernih sekali. Agak terhalang bukan karena kotor tetapi karena thermocline, sehingga begitu menyelam... wow sungguh mengagumkan !!!

 



Dive #1 - Muka Kampung Bokisi

Aku mendapat informasi dari Pak Thomas kalau ada wreck pesawat di Sinokisi. Ternyata setelah aku tanyakan ke nelayan, wreck ini ada di Bokisi. Untung tidak jauh, hanya terpisah tanjung saja dengan perjalanan sekira lima menit saja. Aku dan Eka memutuskan untuk menyelam di Bokisi siang ini.

Sayangnya visibility cukup parah disini. Berbeda jauh dengan di Sinokisi yang hanya lima menit saja jaraknya atau sekira 500 meter. Begitu nyelup, aku cukup senang dengan kontur dasarnya yang drop di kedalaman 7 meter. Sayangnya terumbu karang hanya sampai 15-20 meter saja. Selebihnya pasir bercampur lumpur. Setelah keluar kami baru tahu ternyata kami berada di muara sungai.

Kami bertemu dengan 2 Napoleon cukup besar yang dalam sepanjang penyelaman selalu mengitari kami. Sayangnya kami hanya menemukan baling-baling pesawat, yang konon dari perang dunia kedua. Sedangkan ekor pesawat tidak kami temukan. Mungkin sudah menyatu dan tersamarkan dengan terumbu karang di sekitarnya. Persis sebelum naik, kami dikelilingi oleh schooling anakan barakuda di atas tumpukan daun-daun yang terlihat cukup seram.

 




Dive #2 - Menyelam malam di Sinokisi


Sekira jam 8 malam, aku dan Eka  menyelam malam membawa misi mencari lobster, demi Dian. Cie cie... Tiga puluh menit pertama menyusuri garis batas terumbu karang dan pasir sampai di kedalaman 12 meter, tak satu pun lobster nampak. Hanya beberapa ikan kakatua cukup besar, yang kulewatkan... just stick on the mission (imposible... di pertengahan menyelam ini, kupikir). Kemudian kami berbalik arah dan mulai mencari di bukit-lembah terumbu karang. Tak berapa lama... ada satu dengan ukuran kecil (sekilo empat) yang masih bersembunyi di balik karang. Sayang untuk dilewatkan dan akhirnya dihajar juga oleh Eka. Keberuntungan mulai mendekati setelah mendapatkan satu. Berikutnya... lagi dan lagi.

Aku yang membawa pole-spear dan terbelit benang pengikat spear serta senter selam di tangan kanan yang mati tetapi harus tetap aku pegang, memutuskan menyerahkan semuanya ke speargun yang dipegang Eka. Akhir penyelaman kami mendapatkan tujuh ekor lobster seukuran mirip-mirip pertama saja. Hihihi.... Sedangkan makro pun aku hanya menemukan beberapa udang kecil yang biasa, orangutan crab, dan beberapa jenis kepiting. Aku dan Eka juga melihat kerapu besar yang bersembunyi di bawah tumpukan karang meja. Surprise saat aku malah sudah di permukaan karena melihat Hiu Bambu (walking shark). Sayang dia langsung ngumpet saat aku mau mengabadikannya.










Minggu, 7 Mei 2017

Bangun pagi, minum kopi kemudian spearfishing. Kenikmatan apalagi yang bisa melebihi hal seperti ini. Kali ini aku tidak membawa kamera, hanya berlatih pernafasan saja walaupun memang juga membawa speargun. Siapa tahu ada ikan besar lewat he he.... Divecom kustel untuk freedive dan ini jadi malapetaka karena aku lupa mengembalikan ke mode dive saat diving nanti.

Dive #3 - Batu Timbul 

Berjarak sekira satu kilometer dari pantai, ada pulau kecil berbentuk bukit dengan sedikit pohon pas di puncaknya. Menurut nelayan, terdapat gugusan batu dari main island sampai pulau itu. Gunawan meminta agar kembali memancing di tempat sama seperti kemarin sore saat dia mendapatkan beberapa ikan cukup besar. Ternyata saat jangkar dilepas, dasar laut tak terlihat sehingga giliran aku yang meminta untuk bergeser sampai dasar laut terlihat.

Kami turun di kedalaman 20 meter dan terus dilanjutkan turun sampai dasar laut tampak datar dan tidak menjanjikan sesuatu pemandangan yang menarik di 30 meter. Tak lama kemudian kami sudah dikitari oleh hiu yang aku tebak adalah grey-reef-shark kecil karena berputar-putar jauh dari dasar laut dan terlihat dari sirip ekornya yang menghitam. Ternyata juga dari jenis white-tip pun kadang-kadang melintas tak jauh dari kami. Bahkan pernah aku lihat dua sekaligus hiu karang itu.

Dari kedalaman 20 meter ke bawah relatif sudah rata dari batu karang walaupun terumbu karang masih hidup setelah dibom habis-habisan di masa lalu. Tidak ada satu pun ikan besar kutemui selain hiu sehingga speargun yang kubawa tak sekalipun melepaskan shaft-nya. Padahal sudah kupasang kedua karetnya, mengorbankan dadaku yang bengkak karena menahan popor speargun. Sedangkan Eka mendapatkan satu lobster berukuran setengah kilo.

Mulai kedalaman 20 meter ke atas, terumbu karang sudah tumbuh lumayan bagus diselingi batu-batu karang yang besar. Ikan-ikan kecil pun cukup banyak jumlah dan jenisnya. Karena paling atas dari reef ini di 12 meter, kami harus melakukan safety-stop jauh dari dasar laut. Untungnya tidak ada arus saat itu.





Sinokisi - Menjelang pulang

Kami sarapan sekaligus makan siang dan Herpa menggila dengan membuat ikan bakar begitu banyak, dan lobster tentu saja. Seperti sudah diduga, lobster licin tandas tak bersisa sedangkan ikan mungkin yang dimakan lebih sedikit daripada yang tak termakan. Selesai makan, Nixon pun muncul. Kami pun bergegas berkemas, memasukkan semua barang ke kapal dan pamitan. Terharu karena hampir seluruh penduduk yang tinggal dan yang ikut ibadah tumpah ruah di pantai melepas kami kembali ke Depapre. Selamat tinggal Sinokisi yang cantik, belum puas aku mengeksplore dirimu. Jadi tunggu kami untuk mampir kemari lagi.








Inilah ceritaku di Sinokisi, walau jauh tapi ternyata juga jauh lebih berkesan. Mantap.
My Live My Adventure !!!

Komentar

  1. Kangen bertualang lagi sama pak pulung dkk dan tentu saja kangen sama keindahan alam papua nan mempesona 😭

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus
    2. Kami jg kangen bertualang dengan kang asep.....

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Malam kak. Ada kontaknya Molo Dive Center kah?

    Trm kasih

    BalasHapus
  4. Terimakasih, sangay bermanfaat untuk saya membuat tugas sekolah😄

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan-jalan Biak (02) - Kota Biak (01), pembuka saja...

Jalan-jalan Jayapura (09) : Pesawat Terbang mejeng di Koya Timur

Jalan-jalan Manokwari (1) : Kesan pertama sangat menggoda