Diving Jayapura (14) : Diving, Mancing & Kerapu Tim; SEMPURNA

Sabtu - Minggu, 26 - 27 November 2016

What a wonderful world.... Apalagi yang mau dicari dalam hidup ini. Coba bayangkan, ikut perjalanan teman memancing, aku bisa diving plus masak ikan kerapu tim. Ngeces ngeces deh bacanya... Ha ha....

Hanya saja itu hanya harapan. Tidak sempurna 100% tapi untuk kali ini aku wujudkan ketiganya. Ceritanya begini. Ini kali kedua aku mempersiapkan perjalananku dengan membawa peralatan dan bumbu untuk memasak kerapu tim. Keduanya gagal. Yang pertama karena ternyata aku dan teman-temanku tidak mendapat ikan kerapu sama sekali. Yang sekarang..... Kami diusir dari rumpon setelah setengah hari berada di rumpon ini. Bukan diusir sih... Hanya saja Nixon, langganan perahu kami, tidak menemukan pemilik rumpon sampai menjelang magrib. Yang dia takutkan, tiba-tiba saja dia datang ke rumpon dengan membawa tamu atau pemilik rumpon berpikir negatif kalau Nixon (atau kami) sengaja tidak minta ijin agar bisa tinggal secara gratis. Gunawan, yang sudah terlanjur jengkel, memutuskan untuk tidak usah menyewa rumpon sepanjang sisa malam karena memang niatnya mau memancing dengan menggunakan perahu sampai pagi.

Tentu saja perubahan aksi ini membuat beberapa rencana diawal menjadi berubah pula. Termasuk memasak ikan kerapu tim. Padahal ternyata kami mendapatkan beberapa ikan kerapu, baik dari hasil spearfishingku maupun dari memancing. Agar keinginan memasak ikan kerapu tim terwujud, jadilah aku memasaknya di rumah sore harinya. Jadi beginilah ceritaku.....

Sebenarnya aku dan kawan-kawan sudah merencakan untuk pergi ke Sarmi Jumat malam. Hanya saja pada Jumat siang, Pak Andi memberitahu bahwa cuaca di Sarmi sedang tidak bersahabat. Tidak ada nelayan yang berani melaut. Segera kami mengubah rencana. Akhirnya kami; aku, Gunawan & Herpa; memutuskan pergi memancing dan diving di Depapre. Oh-ya, Depapre sedang ada acara "Festival Bahari Tanah Merah" dan hari Sabtu adalah hari terakhir dan dipusatkan di Tablanusu sehingga kami masih bisa ke Depapre-nya.

Diving #1 : Sisi Luar Pulau Gero

Setiba di rumpon sekitar jam 11 siang. Aku langsung mempersiapkan diri untuk melakukan penyelaman yang pertama. Awalnya aku memilih ke arah tanjung di sisi kanan Tablanusu. Hanya saja slope dan keruh sehingga Lambert, yang mengantarku dan memegang perahu (dia penyelam juga), menyarankan menyelam di pulau dan aku menyetujuinya. Aku memutuskan untuk menyelam di sisi luar karena di sisi dalam sudah pernah aku selami dua minggu sebelumnya.
Konturnya bukan wall tapi terjalnya sekira 75-80 derajat lah.... Dalam sekilas pandang aku tahu bahwa di sisi ini ikannya jauh lebih sedikit dibanding di sisi dalam. Padahal sisi dalam slope rata, dangkal (10 meter saja) dan karang-karangnya sebagian besar sudah hancur di-bom. Mungkin karena memang banyak ikan makanya dahulu nelayan sering nge-bom di sisi dalam membuat karangnya rata. 

Tetap saja masing-masing mempunyai kelebihannya sendiri. Disini aku menemukan penyu dan sotong. Aku sudah pernah bertemu penyu sebelumnya di Papua, khususnya di Teluk Tanah Merah ini. Hanya saja kali ini penyu ini cukup tertarik untuk mempelajari mahluk yang mungkin juga baru pertama dilihatnya. Aku berhasil merekam cukup dekat dan mengambil gambarnya. Tempurungnya terlihat tidak mulus tanda berada di lingkungan yang tidak sehat. 

Sedangkan untuk sotong, ini adalah sotong pertama yang aku lihat di Papua. Mungkin karena tidak terbiasa melihat penyelam, sotong ini langsung kabur saat aku dekati. Padahal kalau di Sulawesi Utara, sotong-sotong biasanya memperlihatkan sikap waspada dengan menaikkan tentakelnya memperlihatkan kesiapannya akan bahaya. Sambil kabur sotong ini melakukan gerakan mengeluarkan cahaya yang berjalan di tubuhnya. Menurut yang aku lihat di televisi, ini adalah bentuk komunikasi antar mahluk-mahluk seperti ini, yaitu sotong, cuni-cumi, dan gurita. Mungkin dia memberitahukan teman-temannya akan adanya mara-bahaya. Masalahnya aku tidak melihat teman-temannya itu

Saat mau menuju naik aku terhenti di kedalaman 17 meter karena melihat dua nudie branch indah padahal no deco time-ku sudah hampir habis tetapi tidak kuperdulikan. Akhirnya aku terkena deco stop 5 menit di 3 meter yang kuhabiskan di atas kedalaman 10 meter. Untungnya aku sudah terlindung dari arus yang menerpa di saat awal turun.




 

Dive #2 : Spearfishing

Akibat hujan sejak hari Kamis hingga jumat sore yang membuat rencana ke Sarmi berantakan, pun masih berimbas di Teluk Tanah Merah. Aku yang berencana menyelam di Dermaga Amerika dengan niat mencari ikan kerapu untuk kutembak dan kumasak tim, mendapati air yang sangat keruh. Di kedalaman yang kuperkirakan tiga meter saja karena sudah dekat dengan tiang, dasarnya masih tak terlihat. Lambert menyarankan tempat lain tetapi aku tidak mau. Langsung saja terlintas di pikiranku untuk menyelam di bawah rumpon saja. Aku melihat seekor tuna saat surface interval dan aku ingin menembaknya!!! Entah pikiran apa yang ada pada saat itu, koq tiba-tiba saja aku ingin berburu tuna dengan menyelam.

Tentu saja dengan menyelam. Dengan freedive hanya membuang speargun saja mengingat aku tidak membawa perlengkapan berupa pelampung penyelamat speargun apabila dibawa ikan besar. Dan tuna yang aku lihat cukup besar untuk menggetarkan jantungku. Bukan tuna besar yang ukurannya sebesar tubuhku, kalau itu sih aku langsung menyerah saja begitu melihatnya. Ini tuna sekira 80 cm panjangnya. Sepanjang itu kalau tenggiri atau barakuda mungkin aku tidak terlalu berpikir, tetapi ini tuna. Tuna adalah ikan dengan kekuatan super. Lebih dari itu yang mengerikan dari ikan ini adalah jika ditembak atau kena mata pancing, langsung melucur cepat ke bawah. Menyeramkan untukku yang tidak memakai BCD atau pelampung di speargunnya.

Aku mempersiapkan diri dengan membuat tali jangkar dengan jangkar berupa batu-batu yang kuambil dari dermaga dan kubungkus dengan tas plastik. Tali plastik dengan diameter 7 mm kuyakini cukup kuat menahan tubuhku dari tarikan tuna. Speargun aku ikat ke tali. Tali kecil yang aku ragukan kekuatannya. Mudah-mudahan dengan bantuan kekuatanku berpegangan di tali, aku masih sanggup menahan tarikan tuna.

Aku menyelam dan menunggui tuna hanya di kedalaman tiga meter saja. Karena memang hanya di kedalaman itu saja kumpulan kawalina berada. Aku menempatkan diriku agak diluar lingkaran kawalina. Takutnya ikan-ikan itu nantinya malah menjauh kalau aku dekati yang berarti menjauh pula tunanya. 20 menit aku menanti tanpa melihat bayangan tuna sekalipun. Sambil menunggu, adrenalinku tak hentinya mengalir membuat jantungku berdetak cepat dan kuat. Yang paling merisaukan tentu saja rasa khawatir kehilangan speargun yang berharga lumayan buatku. Tiba-tiba saja ada satu ikan salam cukup besar, lebih dari sekilo, yang mendekat ke arahku. Aku ingin menembaknya tetapi tiba-tiba aku tersadar bahwa ikan salam termasuk ikan yang mengikuti ikan-ikan besar, seperti dahulu pernah aku lihat saat bertemu dengan Hiu Paus di Sulawesi Utara.

Aku curiga bahwa sebenarnya tuna itu ada di sekitarku hanya saja aku tidak melihatnya karena visibility yang hanya sekira tujuh meter saja. Aku berinistiaf mendekati kerumunan kawalina. Benar saja!!! Tuna itu berada di sisi yang berlawanan denganku. Kelihatannya dia takut berdekatan denganku. Mungkin debar jantungku terasa juga olehnya. He he.... 

Setelah hampir satu jam aku menunggu, akhirnya aku tidak sabar juga. Disaat tuna itu lewat lagi, walaupun dengan penuh keraguan, aku tembakkan senapanku. KENA!!! Sayang ada kata tapi-nya. Memang kena sih tapi karena terlalu jauh panah besi (shaft) tidak menembus sehingga begitu tuna tersebut meluncur turun, shaft terlepas. Kekecewaanku timbul seiring lenyapnya tuna di kegelapan dalam laut.

Begitulah kisah sedih di hari Sabtu. Berburu tuna memang memberikan sensasi tersendiri. Kalau anda mencari di mbah google, Anda akan kaget karena begitu banyak kisah menakjubkan, baik senang maupun sedih, saat spearfishing tuna. Yang jelas aku ingin lagi. Adrenalin yang keluar membuatku ketagihan. Hanya saja yang berikutnya aku berjanji akan membuat persiapan yang lebih baik lagi.


Dive #3 : Night dive di Dermaga Amerika

Sambil menunggu nelayan yang akan membawa aku menyelam dan yang lain memancing, kami dihibur dengan pertunjukan kembang api di Tablanusu sebagai tanda penutupan acara festival. Cukup meriah dan lama dilihat dari daerahnya yang kecil.

Dive ketiga aku menyelam di dermaga Amerika. Walaupun keruh dengan visibility sekira 2 meter seperti yang kuperkirakan tadi siang toh karena night dive hal ini sudah cukup memadai. Apalagi dengan kontur terjal cenderung wall di sisi tiang membuat oreintasiku terjaga. Misi night dive ini adalah mendapatkan ikan kerapu untuk dimasak ala masakan cina yaitu di tim.

Namun yang terjadi dulu kembali terjadi lagi. Di kondisi normal, saat aku night dive dengan Eka dan Fauziah, kami menemukan banyak ikan kerapu besar yang sedang tidur. Tanpa mencari saja kami saat itu menemukan 3 kerapu besar. Mungkin karena terjadi tumpahan solar yang cukup banyak di permukaan yang membuat aku tidak menemukan ikan-ikan itu. 

Hanya saja, saat awal aku turun, di kedalaman 8 meter aku menemukan triggerfish besar, terbesar yang aku pernah lihat, sedang tidur di dalam relung goa. Aku dipenuhi keraguan. Ingat saat menyelam di Bolsel dengan Daniel. Menembak ikan yang lebih kecil dari itu, aku masih membutuhkan Daniel untuk juga membantu menembakkan speargunnya. Bagaimana dengan ukuran sebesar ini. Ternyata saat aku kembali, aku sudah tidak menemukan lagi ikan itu. Mungkin sudah lebih masuk lagi ke dalam goa.

Aku pun menemukan beberapa ikan kakatua dan ada satu yang cukup besar yang aku sesali tidak aku tembak sebelum dia kabur. Akhirnya setelah lebih dari satu jam dan aku kembali ke tempat semula, aku malah menemukan satu kerapu besar saat aku sedang mencari triggerfish tadi. Dasar sudah rejeki. Akhirnya kutembak dan segera saja kubawa ke permukaan.

Memancing #4 : Sepanjang malam.....

Yang kutakutkan terjadi lah. Gunawan tetap pada niatnya untuk tidak menyewa rumpon atau ke dermaga untuk sekedar makan malam. Akhirnya kami memancing sepanjang malam di perahu. Aku yang hanya memakai celana renang dan bertelanjang dada, bisa dibayangkan betapa kedinginannya diterpa angin laut. Tidak tahan dingin aku menyerah dan mengambil lampu petromax dan kudekatkan ke badanku. Aku meringkuk di dasar perahu agar terlindung dari angin laut. Cukup lumayan lah bisa membuatku tidur nyenyak selama tiga jam.

Perjalanan memancing ini mengikuti saranku atas spot yang banyak ikan yang kusampaikan ke Gunawan sebelumnya. Yang pertama di Dermaga Amerika. Ini dilakukan saat aku menyelam. Ternyata sama sekali tidak mendapatkan ikan. Jelas lah, lha wong aku yang menyelam saja tidak terlalu banyak menemukan ikan seperti biasanya. Oleh karena itu, begitu aku naik, kami langsung pindah ke spot Pulau Gero sisi dalam dimana aku menyelam dua minggu sebelumnya. Disini Gunawan dan Herpa mendapatkan beberapa ikan, namun karena ukurannya yang kecil, akhirnya mereka memutuskan untuk pindah lagi.
Kami pindah tidak jauh hanya ke arah yang dalam. Bergerak sekira dua ratus meter di tempat bekas rumpon yang sudah rusak, dasar laut sudah berubah sangat jauh. Yang tadinya hanya 10 meter menjadi 100 meter. Setelah beberapa kali mencoba, mereka minta pindah lagi ke reef jangkar bambu, yang letaknya agak jauh. Saat itu malam gelap karena bulan mati. Untungnya aku membawa GPS sehingga tanpa kesulitan bisa menemukan reef tersebut. Di reef ini kami bertahan sampai pagi karena Gunawan mendapatkan beberapa ikan kerapu dengan ukuran satu sampai dua telapak tangan, walaupun setahuku sejak aku tidur, kail mereka pun tidak lagi tersangkut ikan.

Sekira jam enam lebih sedikit, kami kembali ke Dermaga dan langsung berkemas untuk kembali ke Jayapura. Sarapan di Sentani.

Memasak : Tim Ikan Kerapu

Sore hari aku mempersiapkan semua bahan untuk memasak Tim Ikan Kerapu. Jahe, Bawang Bombay dan Tomat kupotng-potong memanjang. Daun bawang dan bawang putih kurajang halus. Jamur Shitake (Hioko) kuremas dan kurendam. Ikan kerapu kubuang isi perut, insang, sisik dan duri sirip yang tajam. Bumbu dapur seperti garam, gula pasir, merica, kecap asin, minyak wijen, saus tiram, minyak goreng pun kusiapkan. Aku memasak nasi putih sebanyak 3/4 gelas yang bisa untuk makan berdua.


Sehabis magrib, kukukus ikan kerapu sebentar untuk membuang rasa amisnya. Kemudian kukukus kembali dengan ditutupi seluruh bahan yang sudah kusiapkan. Saking banyaknya sampai piring yang kusiapkan tidak muat lagi, akhirnya tumpah ke kukusan. Hanya sekira dua puluh menit saja, Ikan Kerapu Tim buatan Chef Ari Pulung siap disajikan. Tentu saja langsung kusantap separo. Yang separo lagi dihabiskan Bli Agus saat dia pulang. Bagaimana rasanya? Mak nyus.... Tim ikan kerapu terenak yang pernah aku rasakan. Siapa dulu chef-nya kan?




This is it.... My Live My Adventure....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan-jalan Manokwari (1) : Kesan pertama sangat menggoda

Memancing Jayapura (02) : Harlem yang tidak kelam

Memancing Jayapura (05) : PLTU Holtekamp; seperti pasar malam